Jodoh siapa yang tahu, benar? Mungkin dia adalah sahabat dekat kita, teman masa kecil kita, seseorang yang baru kita kenal, teman sepekerjaan, atau mungkin – bagi perawat – pasien yang pernah dirawat.
Bisa saja bukan? Toh, jodoh bukan kita yang menentukan. Tapi, sebagai seorang profesional, jatuh hati kepada pasien akan menjadi sebuah masalah yang jika tidak ditangani dengan baik dan bijak.
Karena, adakalanya dan bisa saja – apalagi untuk ukuran pemuda pemudi – karena seringkali berinteraksi merawat pasien tersebut, rasa tertarik timbul. Entah karena terjalin “chemistry” dari percakapan, tindak tanduk saat perawatan, atau mungkin bisa saja karena sisi fisik yang tidak bisa dibendung karena pada hakikatnya keindahan adalah perhiasan manusia di dunia.
Kita semua tahu, bahwa tidak etis untuk kita sebagai seorang profesional perawat untuk masuk kedalam jenis hubungan romantis dengan seorang pasien. Karena hubungan tersebut dapat menyebabkan tuduhan kesalahan profesional dan bahkan mungkin menyebabkan kehilangan pekerjaan.
Ketika merawat pasien, kita sebagai seorang perawat profesional harus selalu berada dalam batas-batas hubungan profesional dan terapeutik dengan pasien dan keluarga pasien.
Hubungan antara perawat-pasien berada dalam hubungan yang tidak setara. Perawat berada dalam posisi berkuasa sementara pasien berada dalam posisi yang tergantung dan rentan.
Perawat juga memiliki banyak informasi pribadi yang sensitif tentang pasien, sebaliknya, pasien hanya mengetahui sedikit informasi mengenai perawat sebagai pribadi.
Inilah alasan utama mengapa tidak etis bagi perawat untuk menjalin hubungan romantis dengan pasien. Karena hal tersebut bisa mempengaruhi penilaian profesional; menyebabkan eksploitasi dan bahkan menyebabkan kerusakan emosional dan fisik pada pasien.
Namun bagaimana jika rasa tersebut terlanjur hadir dan kita kesulitan untuk membendungnya? Sarannya adalah bersikap sangat hati-hati dan memastikan bahwa kita tidak melampaui batasan profesional saat kita menjadi perawat pasien tersebut.
Karena faktanya, ada banyak perawat dan pasien yang telah menemukan diri mereka sebagai belahan jiwa dan akhirnya menikah dan bahagia seumur hidup.
Berikut beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk menjaga kita tidak melampaui batasan profesional tersebut;
Jangan pernah mengabaikan situasinya
Jika kita berada diposisi dimana daya tarik romantis berkembang antara kita dengan pasien, kita perlu melangkah mundur dan menganalisa situasinya secara objektif. Ini bisa membantu kita menerjemahkan situasi dengan baik dan bijak. Diskusi dengan rekan sejawat atau supervisor terpercaya bisa juga menjadi sebuah jembatan untuk analisa situasi tersebut. Seperti dilema etis lainnya, analisis ini akan membantu kita menentukan langkah selanjutnya.
Tanya pada diri sendiri, is it real? (Apakah ini nyata?)
Yang paling penting untuk ditanyakan kepada diri sendiri adalah apakah emosi romantis yang kita rasakan adalah hal yang nyata dan bukan hanya bagian dari dinamika perawat-pasien?
Adalah suatu hal yang lumrah bagi pasien untuk menjadi terikat secara emosional dengan perawatnya atau perawat lainnya. Pasien mungkin memiliki kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Seiring datangnya perawat yang penyayang dan perhatian, kebutuhan emosional tersebut akhirnya terpenuhi dan pasien pada akhirnya jatuh cinta pada perawat tersebut.
Kita pada gilirannya juga memiliki kebutuhan emosional. Mungkin disebabkan karena terlalu banyak bekerja, stres, dengan sedikit waktu untuk berinteraksi dengan dunia luar dan membangun sebuah hubungan ikatan emosional.
Jika seperti itu, apa yang bisa dilakukan? Kembali ambil langkah mundur, dan tanyakan pertanyaan ketiga dibawah ini.
Apakah saya telah melampaui batas profesional?
Jujurlah dan selalu bertanya pada diri sendiri apakah kita telah melampaui batasan-batasan profesional dan melampaui hubungan terapeutik yang sehat saat berinteraksi dengan pasien? Tanyakan pada diri sendiri apakah tindakan tindakan tersebut lebih sesuai dengan kebutuhan kita (emosional) atau kebutuhan pasien?
Tanda-tanda bahwa hubungan tersebut telah melampaui hubungan terapeutik yang sehat adalah sebagai berikut;
- Kita menghabiskan lebih banyak waktu dengan pasien tersebut lebih dari yang seharusnya. Kita memanipulasi tugas sehingga bisa menemaninya lebih sering dan lebih lama lagi.
- Kita mengunjungi pasien saat sedang tidak bertugas.
- Kita percaya bahwa hanya kita-lah satu-satunya perawat yang dapat memenuhi kebutuhan pasien tersebut secara memadai.
- Kita mendiskusikan masalah pribadi dengan pasien, seperti masalah dengan keluarga, rekan kerja atau masalah pribadi lainnya yang tidak ada hubungannya dengan hubungan terapeutik dan profesional.
- Kita menggunakan sentuhan terapeutik melebihi ambang batas wajar antara perawat-pasien.
- Kita berbicara satu sama lain dengan sebutan akrab atau sayang seperti “hai manis”, “Pagi cantik” dan lain sebagainya.
- Kita menyimpan rahasia dengan atau untuk pasien yang melampaui kerahasiaan pasien standar.
- Membawa dan menerima hadiah-hadiah baik dari kita untuk atau dari pasien.
- Solusi yang dapat dilakukan
- Bila perasaan berkembang kuat antara perawat-pasien, perawat harus selalu bertanggungjawab untuk menetapkan batasan-batasan yang tepat untuk menghentikan hubungan tersebut selama berada hubungan profesional-terapeutik.
Setelah menganalisis situasinya dengan hati-hati, kita harus memutuskan bahwa kita dapat terus merawat pasien namun dengan menghentikan hubungan romansa yang terjadi. Situasinya bisa didiskusikan dengan pasien dengan menjelaskan bahwa saat kita merawatnya, kita harus mempertahankan hubungan profesional-terapeutik yang murni. Dimana pasien berada di rumah sakit hanya untuk perawat pengobatan. Selepasnya? Kita dan pasien yang memutuskan.
Namun bagaimana jika hubungan tersebut terlalu rumit dan sulit untuk kembali ke hubungan profesional-terapeutik murni?
Dalam kasus ini, kita sebaiknya meminta untuk tidak lagi ditugaskan ke pasien tersebut. Meski begitu, kita sebaiknya tidak mengejar hubungan saat pasien berada di fasilitas perawatan kesehatan, misalnya mengunjunginya saat istirahat.
Mungkin hal ini tidak baik bagi pasien jika kita tiba-tiba menghilang dan tidak merawatnya lagi. Namun, ingat selalu bahwa jika kita membiarkan perasaan menyelimuti, karir kita menjadi taruhannya.
Sebaiknya, temui pasien dan jelaskan bahwa kita tidak dapat merawat mereka lagi. Jelaskan juga bahwa semisal “saya sangat menyukaimu, namun saya terikat kode etik dan profesi yang jika diabaikan, maka karir saya taruhannya. Bersabarlah, begitu kamu sehat, saya akan menemuimu dirumah.”
Jika pasien bertanya apakah dia masih bisa melihat kita, jawablah dengan “Tidak saat kamu sedang berada di rumah sakit dalam perawatan. Saya akan menemuimu dirumah selepas kamu dinyatakan sembuh dan pulang.”
Percayalah, hal tersebut akan menambah motivasi pasien untuk sembuh. Sehingga walaupun kita tidak merawatnya lagi, namun kita telah menanamkan motivasi yang begitu kuat dalam diri pasien untuk sembuh. Thats the power of love!
Lantas bagaimana dengan masa depan?
Perasaan kita dan perasaan pasien mungkin hanya sebatas naksir sebagai akibat dari seringnya interaksi yang kita lakukan dan perhatian yang kita curahkan. Mungkin saja, setelah pasien pulang, perasaan tersebut menghilang.
Disisi lain, perasaan tersebut mungkin perasaan yang sebenarnya. Jatuh cinta. Maka, sebagai seorang profesional perawat, lakukanlah langkah – langkah tersebut diatas dan beri pasien pengertian. Untuk masa depan, kita sendiri yang menentukan. Toh perasaan tidak bisa dipaksakan dan dihilangkan begitu saja kan?
Seperti sebuah pepatah yang mengatakan : Jika itu baik, perjuangkan!
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat membantu. Jangan sampai hanya karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Bersabarlah, toh jodoh siapa yang tahu kan?