Pelajari Asuhan Keperawatan Asma serta manajemen keperawatannya dalam panduan ini secara seksama. Ditulis berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan terkini dengan lebih dari 20 referensi yang digunakan.
Asma bronchiale merupakan penyakit alergi dengan prevalensi, morbiditas, dan mortalitasnya yang semakin meningkat di seluruh dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat ada 300 juta pasien asma di seluruh dunia, di Indonesia memiliki 12,5 juta pasien asma yang menyebabkan 10,6 juta kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan dan 1,8 juta masuk ke Instalasi Gawat Darurat dan yang membutuhkan penanganan gawat darurat.
Dampak buruk dari asma jika tidak langsung ditangani adalah kematian.
Pendahuluan
Asma bronchiale merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Asma merupakan salah satu penyakit yang prevalensi, morbiditas, dan mortalitasnya semakin meningkat di seluruh dunia. Asma dapat timbul pada berbagai usia, baik pria ataupun wanita. Meningkatnya insiden hampir setiap dekade, merupakan suatu tantangan bagi para klinis untuk menindak lanjutinya.
Prevalensi dan angka rawat inap penyakit asma bronchiale dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Dampak buruk dari asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, peningkatan biaya kesehatan, bahkan kematian (Rodriquez, 2002).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), melaporkan bahwa asma saat ini mengenai lebih dari 22,2 juta orang di Amerika atau 7,9% dari populasi, termasuk lebih dari 6,7 juta anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun. Selain itu 7,3 % orang Amerika dewasa saat ini menderita asma.
Terdapat laporan 3613 kematian karena asma, selain itu asma bertanggung jawab terhadap gangguan aktivitas orang dewasa yaitu menyebabkan lebih dari 10 juta hari kerja hilang setiap tahunnya.
Pada tahun 2006 asma menyebabkan 10,6 juta kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan dan 1,8 juta masuk ke ruang IGD dan yang membutuhkan penanganan gawat darurat (Plottel, 2010).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat tahun 2008 ada 300 juta pasien asma di seluruh dunia dan diperkirakan akan bertambah 180.000 setiap tahunnya.
Indonesia sendiri memiliki 12,5 juta pasien asma, 95% diantaranya adalah pasien asma tak terkontrol (Widodo, 2009). Menurut Mangunnegoro (2002), penderita asma di Indonesia sudah mencapai lebih dari 12 juta penduduk.
Landasan Teori
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Smeltzer and Bare, 2002).
Jenis-jenis asma bronchiale dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Asma bronchiale alergik (Ekstrinsik) yaitu tipe asma ini disebabkan oleh alergenalergen dari luar misalkan bulu binatang, debu, makanan, cuaca. Pasien asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik.
- Asma bronchiale idiopatik atau nonalergik (Instrinsik) yaitu tipe asma ini tidak berhubungan dengan alergen yang spesifik. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain common cold, infeksi saluran napas atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, emosi, stress psikologis.
- Asma bronchiale gabungan yaitu tipe asma ini merupakan gabungan dari faktor alergik dan nonalergik.
Patofisiologi Asma
Menurut Smeltzer and Bare (2002), patofisiologi asma adalah sebagi berikut :
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel, obstruksi disebabkan oleh :
- Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus. Hal ini akan membuat alveoli menjadi hiperflasi dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru.
- Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi yang paling diketahui adalah terjadi keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
- Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchiale diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Ketika asma instrinsik dirangsang oleh faktor pemicu asma pada ujung saraf jalan napas, akan menyebabkan jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin yang meningkat ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi.
- Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (Ig E) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
- Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, pembentukan mukus yang banyak, dan lebih lanjut menghambat saluran napas (Smeltzer and Bare, 2002).
Tanda dan Gejala Asma
Menurut Kowalac (2011), tanda gejala asma bronchiale antara lain :
- suara nafas mengi (wheezing),
- batuk-batuk dengan sputum,
- kesulitan bernapas,
- dada seperti tertekan,
- pengeluaran keringat yang banyak,
- denyut nadi cepat.
Sedangkan menurut Smeltzer and Bare (2002), manifestasi klinis asma bronchiale antara lain :
- sesak napas,
- batuk,
- napas tidak teratur,
- penggunaan otot-otot aksesori,
- mengi,
- dan berkeringat.
Pada beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala dan serangan asma sering kali terjadi pada malam hari.
Penatalaksanaan Asma
Menurut Rahajoe (2008), penatalaksanaan asma antara lain :
- memperluas jalan napas dengan segera,
- pemberian obat bronkodilator, kortikosteroid, mukolitik.
- pemberian oksigenasi,
- pemberian terapi cairan,
- dan memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Asma
Serangan Asma dapat terjadi secara progresif dalam beberapa hari atau secara tiba-tiba. Tanda-tanda serangan adalah adanya peningkatan dyspnoe dengan ekspirasi panjang dan batuk, wheezing sering terjadi pada saat inspirasi dan ekspirasi. Wheezing yang terjadi pada jalan nafas besar di sebabkan adanya desakan udara melalui suatu jalan yang sempit dalam tekanan yang cukup untuk menghasilkan vibrasi udara yang menimbulkan bunyi. Gejala lain adalah :
- Pola nafas dispnoe
- Batuk dengan sputum yang banyak.
- Retaksi otot-otot strenal.
- Retaksi otot-otot perut.
- Ekspirasi memanjang.
- Wheezing, Ronchi.
- Kulit dingin, pucat dan cyanosis
- Pasien tampak cemas, ketakutan, gelisah karena sesak.
- Tanyakan kapan mulai serangan terjadi ? Apa penyebab serangan terjadi ?
- Apakah pernah mengalami serangan yang sama ? kapan terakhir ?.
- Riwayat penyakit dalam keluarga
- Riwayat alergi dan ISPA
- Analisa gas darah.
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep di terapkan dalam praktik keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan : pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Iyer et ah, 1996). Tujuan proses keperawatan adalah untuk membuat suatu kerangka konsep berdasarkan kebutuhan individu dari klien, kekuarga dan masyarakat dapat terpenuhi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (iyer et ah 1996).
2. Pengumpulan Data
Ada 2 tipe pada pengkajian pada asuhan keperawatan asma ;
- Data Subyektif : Adalah data yang di dapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
- Data obyektif : Adalah data yang dapat diobservasi dan di ukur (iyer et ah 1996). Contoh dat obyektif : frekuensi pernafasan, tekanan darah, edema dan berat badan.
Pengumpulan data klien memiliki karakteristik : lengkap, akurat, nyata, dan relevan. Sumber Data :
- Klien
- Orang terdekatÂ
- Catatan Klien
- Riwayat Penyakit
- Konsultasi
- Hasil Pemeriksaan Diagnostik
- Catatn Medis dan Anggota tim kesehatan lainnya
- Perawat lain
- Kepustakaan
3. Diagnosa KeperawatanÂ
Dari analisa dan hasil pengkajian di dapatkan masalah-masalah yang menyimpang sehingga dapat di diagnosa sebagai berikut :
- Pernapasan tidak efektif.
- Perubahan pola istirahat tidur
- Intoleransi aktivitas
- Resiko terhadap penatalaksanaan program terapeutik infeksi
4. Perencanaan dan Pelaksanaan
Selama serangan atsma rencana perawatan di fokuskan pada upaya untuk membebaskan spasme bronchiale, mengencerkan sekresiyang kental, mengurangi hypoxia, arterial, mencegah infeksi, mengurangi rasa takut, memberi rasa nyaman.
- Mengurangi resistensi jalan nafas : Agent simpatometik seperti ephinerpin yang membuat aktifitas beta 2 adrenergik dan beta 2 diberikan secara subkutan atau dengan aeresol dosis sampai 0,1 sampai 0,5 ml. Therapi ini menyebabkan relaksi otot halus atau vaso kontriksi dalam selaput lendir bronchial, mengurangi kongesti, edema dan resistensi nafas.
- Membebaskan spasme bronchial : Bronchodilatator diberikan untuk mengurangi dan mencegah broncho kontriksi. Macam-macam obat bronchodilataor seperti iso proteronol, epedrin, Metaproteranol, Isoe tharin.
- Mengurangi edema pada selaput lendir bronchial : Klorstikosteroid misalnya kortisan (hydro kortisan) solumenadrol diberikan secara intra vena.
- Mempertahankan hidrasi : Pemasangan infus dapat berguna untuk memasukan obat serta dapat memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi karena klien mempunyai kecenderungan untuk hyperventilasi dan sebagai akibatnya terjadi kehilangan cairan.
- Mengurangi Hipoxemia Arterial :Therapi oksigen di berikan ntuk mencukupi kebutuhan oksigen pada paru.
- Mencegah Infeksi : Untuk mencegah infeksi di berikan anti biotik.
- Mengurangi rasa takut, dan memenuhi kebutuhan istirahat dan rasa nyaman : Klien diupayakan tetap nyaman dengan memberikan posisi flower atau semi flower, selama klien masih dalam perawatan, keluarga kliean juga diperhatikan, di berikan dorongan emosionaldan di beritahu tentang perkembangan klien. Perawat harus memberikan dorongan ketenangan dan menenangkan sitiasi, pakaian basah segera di ganti.
- Memperhatikan keseimbangan nutrisi : Keseimbangan nutrisi di cukupi dengan pemberian makan dengan porsi kecil dan sering. Makanan dalam porsi besar dihindari karena dapat meningkatkan distensi abdomen yang menyebabkan bernafas lebih sulit.
5. Evaluasi
Adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan dan diarahkan kepada / terhadap pencapaian tujuan dan efektifitas tindakan yang dilakukan.
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Asma
Pengkajian Keperawatan Klien dengan Asma
Menurut Muttaqin (2008), pengkajian klien dengan asma antara lain:
- Pengkajian data dasar : asma dapat menyerang semua jenis kelamin, sebagian besar menyerang pada anak-anak, dan dapat juga menyerang usia dewasa awal dan dewasa akhir.
- Keluhan utama adalah sesak napas, mengi, batuk-batuk. Asma merupakan penyakit keturunan, ada riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama. Asma dapat kambuh sesuai dengan alergen yang mempengaruhi.
- Pengkajian Primer (ABCDE), didapatkan suara wheezing, sesak napas, takipnea, batuk-batuk dengan sputum, penggunaan otot aksesoris pernapasan, dan irama pernapasan yang tidak teratur, serta sianosis.
- Pengkajian Sekunder (AMPLE), didapatkan adanya alergi, pemakaian obat asma, asma yang sering kambuh, dan terjadi kecemasan.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Klien dengan Asma
Diagnosa keperawatan (NANDA) dan intervensi keperawatan (NIC-NOC) dalam Wilkinson (2007) pada pasien asma bronchiale antara lain :
Diagnosa keperawatan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme.
- Tujuan : jalan nafas menjadi efektif.
- Kriteria hasil : sesak nafas berkurang, wheezing tidak terdengar.
- Intervensi keperawatan :
- kaji keadaan umum dan TTV,
- kaji bersihan jalan nafas,
- kaji adanya suara wheezing,
- berikan posisi semifowler,
- auskultasi bunyi nafas,
- ajarkan klien batuk efektif,
- kolaborasi dengan dokter pemberian obat bronkhodilator.
Diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
- Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
- Kriteria Hasil :
- RR dalam batas normal (16-24x/mnt),
- irama napas teratur.
- Intervensi keperawatan :
- kaji karakteristik pola nafas (frekuensi, kedalaman, irama),
- kaji adanya penggunaan otot bantu pernafasan.
- berikan posisi semifowler.
- anjurkan nafas dalam melalui abdoment selama periode distres pernafasan.
- kolaborasi dengan dokter pemberian O2.
Diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan difusiventilasi.
- Tujuan : pertukaran gas menjadi efektif.
- Kriteria Hasil :
- tidak terjadi sianosis dan PaO2, PaCO2, pH arteri serta SaO2 dalam batas normal.
- Intervensi keperawatan :
- kaji tanda gejala hipoksia dan sianosis,
- pantau saturasi O2 dan penurunan kesadaran pasien.
- berikan posisi semifowler.
- anjurkan melakukan napas dalam.
- kolaborasi pemeriksaan analisa gas darah,
- pemberian terapi oksigen dan pengobatan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa darah.
Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan perubahan pada status kesehatan.
- Tujuan : cemas berkurang.
- Kriteria Hasil :
- pasien menyatakan cemas berkurang, pasien tenang dan rileks.
- Intervensi Keperawatan :
- kaji tingkat kecemasan,
- kaji reaksi fisik non verbal.
- gunakan pendekatan dan komunikasi terapeutik,
- berikan penjelasan tentang kondisi saat ini yang dialami pasien.
- anjurkan pasien untuk berdoa,
- anjurkan keluarga untuk mendampingi dan memberikan support.